Rabu, 18 November 2009

SILALAHI

SILALAHI (SILAHI RAJA) adalah generasi ke VI dari SIRAJA BATAK yang adalah anak sulung dari SILAHISABUNGAN dari Istri Pintahaomasan Boru basobolon putri dari TUAN SORBADIJULU (NAIAMBATON)

SILALAHI menikah dengan boru Simbolon putri dari SIMBOLON TUA dan bertempat tinggal di huta Tolping Ambarita dan mempunyai anak:
1. Tolping Raja Silalahi (bermukim di huta Tolping)
2. Bursok Raja Silalahi (bermukim di Pangururan)
3. Raja Bungabunga Silalahi (bermukim di balige)

Ke tiga anaknya ini memakai nama ayahnya menjadi marga turun temurun hingga saat ini.
Adapun Raja bungabunga Silalahi telah diculik Tuan Sihubil dari dolok Parmahanan untuk memaksa SILAHISABUNGAN datang ke Balige untuk berdamai dgn abangnya SIBAGOTNIPOHAN agar kemarau panjang berakhir di Balige, hal itupun terlaksana dengan sempurna kemaraupun berakhir.
Untuk merayakan hari yang berbahagia itu diadakanlah pesta besar dan Raja Bungabunga Silalahi akhirnya diangkat Tuan Sihubil menjadi anaknya dan di padankan dgn anaknya yg bernama Tampubolon, sehingga sampai saat ini Pomparan marga Silalahi dan Tampubolon adalah kakak beradik yang tidak bisa saling mengawini satu sama lain.

Raja Bungabunga Silalahi, telah menjadi anak dari Tuan Sihubil, untuk mengenang sejarah penculikannya dari dolok Parmahanan maka Tuan Sihubil membuat namanya menjadi RAJA BUNGABUNGA SILALAHI PARMAHAN, bukan RAJA BUNGABUNGA dgn gelar SIRAJA PARMAHAN SILALAHI, karena Raja bungabunga bukan bergelar Silalahi tapi bermarga SILALAHI sesuai dgn nama ayahnya SILALAHI, hal ini perlu diperhatikan karena sangat berbeda jauh, BERGELAR dgn BERMARGA. Karena gelar bisa dibuat-buat tapi marga sudah turunan dari ayahnya.
JADI
Jika ada RAJA BUNGABUNGA BERGELAR RAJA PARMAHAN SILALAHI itu mungkin bukan anak dari SILALAHI, atau mungkin mereka adalah korban pemutar balikan sejarah dan Tarombo.

Agar lebih akurat mari belajar adat istiadat bangso Batak dan silsilahnya dari generasi ke generasi.

Horas

Biarjo Joseph Silalahi
Par Pintusona

Rabu, 04 November 2009

TERJADINYA PADAN SILALAHI DENGAN TAMPUBOLON

Kemarau panjang di huta Balige Raja sudah diambang batas hingga membuat rumput dan tumbuh-tumbuhan menjadi kering dan ternakpun banyak yang mati, hal itu sangat meresahkan Sibagot nipohan yang menjadi pewaris tahta dari Tuan Sorbadibanua.
Mengingat sepanjang pemerintahan ayahnya Tuan Sorbanibanua, hal ini belum pernah terjadi hingga membuatnya cemas dan bertanya kepada orang pintar.
Singkat cerita setelah di lakukan ritual kepada Mulajadi Nabolon, tirai misteripun terungkap bahwa semua itu terjadi karena ulah Sibagot nipohan yang membuat kesalahan hingga adek-adeknya Sipaettua , Silahisabungan dan Sirajaoloan sakit hati hingga pergi meninggalkan huta Balige Raja.
Adapun satu-satunya syarat agar kemarau panjang bisa berakhir menurut petunjuk orang pintar tersebut, Sibagot nipohan harus mengumpulkan adek-adeknya untuk minta maaf dan berdamai.
Hal itupun tidak disia-siakan Sibagotnipohan dan segera menyuruh anaknya Tuan Sihubil dan ditemani pengawalnya.
Huta Laguboti menjadi persinggahan pertama mereka utk menemui Sipaettua, setelah Tuan sihubil menceritakan keadaan di Balige Raja Sipaettuapun bersedih dan menyanggupi untuk datang segera. Selanjutnya Tuan Sihubil berangkat ke Bakkara menemui Sirajaoloan dan menceritakan kejadian yang menyedihkan itu hingga Siraja oloanpun siap untuk datang sesuai dengan hari yang ditetapkan.
Perjalanan jauhpun terbentang dihadapan Tuan Sihubil untuk menuju Huta Tolping Samosir tempat tinggal Silahisabungan yang belum tentu juga ada disitu, karena Silahisabungan sering mardua huta ke Paropo tempat istri ke duanya dan ke huta lain untuk mengobati.
Namun hari yang baik juga yang menyertai Tuan Sihubil hingga mereka bertemu di Tolping dan menyampaikan pesan ayahnya untuk datang ke huta Balige Raja serta menceritakan seluruh kejadian yang terjadi Huta Balige Raja, mendengar penjelasan keponakannya yakni Tuan Sihubil hatinyapun miris, namun karena janjinya “Tidak akan mau melihat asap dapur dari abangnya Sibagotnipohan” diapun dengan berat hati menolak ajakan Tuan Sihubil.
Berbagai cara dilakukan Tuan Sihubil untuk mengajak bapa udanya Silahisabungan, namun sedikit pun hati Silahisabungan tidak tergerak membuat Tuan Suhubil merasa putus asa dan ingin pulang dengan tangan hampa.
Namun kembali terbayang derita yang dialami seluruh penghuni kampungnya dan wajah ayahnya Sibagotnipohan yang sudah mulai tua hingga dia tetap bertahan di Tolping dan berusaha membujuk Silahisabungan.
Sebagai seorang panglima yg ditugaskan yang tentu sudah berpengalaman, Tuan Sihubilpun tidak habis akal, dia berpikir kekerasan hati Silahisabungan sepertinya tidak dapat diluluhkan dengan cara bujukan, berarti harus dilakukan dengan paksa yakni dengan cara menculik cucunya anak dari Silalahi Raja yang kebetulan sedang marmahan (mengembala).
Missipun segera dilakukan dan menangkap ke tiga anak dari Silalahi Raja yakni Raja Tolping, Bursok Raja dan Raja bunga-bunga yg paling kecil.
Si Raja Tolping yg paling besar meronta dan berhasil melarikan diri, begitu juga Si Bursok Raja terus meronta disepanjang perjalanan hingga membuat solu yang dikendarai Tuan Sihubil tidak stabil hingga diputuskan untuk dilepas saat melewati Tano Ponggol Pangururan.
Tinggal Rajabunga-bunga yg paling kecil akhirnya dibawa Tuan Sihubil hingga ke Balige Raja.
Mendengar cucunya diculik oleh Tuan Sihubil, Silahisabunganpun geram dan segera mengajak anaknya Silalahi Raja untuk mengayuh solunya mengejar Tuan Sihubil
Namun selang waktu yang begitu jauh membuat Tuan Sihubil lebih dulu tiba di Balige Raja dan membawa Raja Bunga-bunga ke hadapan ayahnya Sibagotnipohan.
Sibagotnipohanpun heran melihat anak tersebut dan menanyakan anak siapa ini,
Tuan Sihubil segera menceritakan semuanya dan tentang penolakan Silahisabungan untuk datang ke Balige Raja hingga berinisiatif menculik cucunya untuk memancing kedatangannya.
Belum sempat memberikan sanggahan tiba-tiba langit mendung dan guruh menggelegar serta halilintar sambar-menyambar dan hujanpun segera turun dengan lebat, melihat situasi itu Sibagotnipohan sudah tau bahwa Silahisabungan sudah tiba di Balige Raja

Singkat cerita Silahisabunganpun meminta pertanggung jawaban atas ulah Tuan Sihubil yang menculik cucunya yang tidak tau asal muasal pertentangan diantara mereka, namun dengan permohonan maaf dari Sibagotnipohan dan bujukan dari Sipaettua dan Siraja oloan hatinyapun terobati.
Dengan kehadiran adek-adeknya hingga hujanpun turun di Balige Raja Sibagotnipohanpun mengadakan pesta besar dan mengundang seluruh penghuni kampung untuk merayakan kejadian itu.
Mengingat suasana yg berbahagia itu dan untuk mengikat tali persaudaraan diantara mereka Tuan Sihubil yang sudah menculik Raja Bunga-bunga mengusulkan untuk mengangkatnya jadi anak dan menjadi adik dari Tampubolon anaknya, yang memang kalau dirunut dari silsilah mereka satu generasi.
Hal itupun disetujui kedua belah pihak dan dibuatlah padan diantara Raja Bunga-bunga Silalahi dengan Tampubolon yakni sisada lulu anak sisada lulu boru, Tampubolonlah Dahahang doli, Silalahilah Anggi doli kelak sampai selama-lamanya.
Tuan Sihubilpun memeluk Silalahi Raja dengan berkata anakmu sudah menjadi anakku yang berarti anakku juga menjadi anakmu hal itu juga menjadikan seluruh anak Silalahi Raja menjadi terikat padan oleh karena adiknya Si raja bunga-bunga.
Oleh karena Siraja Bunga-bunga silalahi sudah menjadi anak Tuan Sihubil dan mengingat sejarahnya diculik dari parmahanan maka Tuan Sihubil menyebutnya Raja bunga-bunga Silalahi Parmahan yang sekarang keturunannya berbonapasogit di Balige dan diberikan tanah warisan yang disebut Huta Silalahi sampai sekarang.

Demikianlah sampai saat ini Silalahi maupun Tampubolon mematuhi padan itu dan tidak pernah saling mengawini.

By : Biarjo Joseph Silalahi
Parpintusona

Sumber : Sejarah turun-temurun dari ompung di Samosir

TERJADINYA BEBERAPA VERSI TAROMBO DI SILAHISABUNGAN




salam.
Dalam mempelajari dan untuk memberikan masukan dalam hal kesembrautan sejarah maupun tarombo Pomparan Silahisabungan ini jika kita tidak mengetahui kronologis secara keseluruhan terjadinya masalah ini memang akan banyak timbul kebingungan dan pertanyaan, dan bagi dongan tubu yang tidak perduli dan yang kurang mengetahui cerita ini akan gampang terkecoh dan hanya diam atau mengikut suara mayoritas saja.

Sebenarnya saya tidak mau untuk mengajari para dongan tubu sekalian, tapi sudah menjadi kewajibanku sebagai marga Silalahi untuk menceriterakan kejadian yang berlangsung selama ini dan bisa menjawab seluruh kejanggalan-kejanggalan yang ada.

Sebelum meninggal dunia Silahisabungan telah berpesan kepada anaknya Silalahi sebagai anak tertua bahwa jika dia meninggal nanti akan dikuburkan dekat dengan hula-hulanya Tuan Sorbadijulu (Naiambaton) dan pesan (tona) itupun dilaksanakan Silalahi tentu dengan sepengetahuan ke 8 (delapan) saudara-saudaranya, oleh karena itu semua keturunan Silahisabungan mengetahui di Dolok Paromasan Pangururanlah kuburan/makam Raja Silahisabungan (catatan Raja Frederik Tambunan thn 1896-1898 waktu menjabat Controleur Van Samosir di Pangururan).
Dan begitu juga pemakaian nama yang akhirnya menjadi marga keturunan masing-masing sangat teratur dan saling menghargai walau mungkin ada sebagian yang sakit hati dipacu dengan pembagian dan penamaan harta warisan.
Saat itu hal itu belum kelihatan dan berlangsung biasa-biasa saja terlihat dari keakraban sesama yang bersaudara sesuai dengan parhundul masing-masing.
Namun dalam waktu yang panjang dengan tuntutan situasi dan alam dan tuntutan kehidupan banyak terjadi perpindahan penduduk dari daerah yang satu ke daerah yang lain.

Didalam era yang begitu keras itu tentu banyak persaingan antar etnis yang menimbulkan banyak terjadi penolakan, hal itupun disiasati para pendatang dengan mengganti marganya sesuai dengan marga para penguasa tempat itu, misalnya di Simalungun banyak marga dari Batak Toba merobah marganya menjadi marga Sinaga karena marga itu cukup diterima di Simalungun begitu juga di Karo banyak yang membaur dengan marga setempat.
Begitu juga marga yang tidak begitu dikenal di tempat lain misalnya dari keturunan Silahisabungan marga Sidebang maupun Situkkir dan lainnya dari turunan si 7 turpuk tidak begitu di kenal di Balige tapi Silalahi sangat terkenal dan punya huta di Balige, jadi untuk memudahkan penerimaan dan perkenalan mereka mengatakan bahwa mereka sama dengan marga Silalahi yang artinya sama-sama turunan Silahisabungan, namun seterusnya untuk mendapat akses yang lebih jauh para pendatang ini membuat marga anaknya menjadi marga Silalahi yang akhirnya terjadi marga bapak Sihaloho tapi anaknya bermarga Silalahi, yang kronisnya sejarah itupun tidak di ceritakan kepada generasi selanjutnya hingga banyak yang kehilangan identitas tidak mengetahui marga dan tarombo dia yang sebenarnya.

Penduduk yang masih bertahan di kampung asalnya masih tetap memegang teguh adat istiadat dan menjalankan marga dan partuturan yang sesungguhnya, namun dengan arus dari para perantau yang kebetulan menjadi mampu tidak lagi mengerti dan tidak mengindahkan adat dan partuturan yang sesungguhnya dan pelan-pelan meracuni pikiran penduduk asal hingga terjadi gab diantara keturunan yang sama.

Hal inipun sangat diantisipasi para sesepuh yang tinggal dibonapasogit hingga timbul ide untuk mempersatukan seluruh keturunan Silahisabungan dengan membuat Tugu Peringatan thn 1968. Hal itupun disetujui para keturunannya yang dari perantauan dan kesepakatan terjadi dibuat di Silalahi nabolak mengingat di Silalahi nabolak juga menjadi huta kedua Silahi sabungan setelah huta Tolping.

Ditengah rapat-rapat pembangunan tugu tersebut timbul beberapa masalah yang sangat kronis dimana Silahi Raja (Silalahi) tidak dimasukkan sebagai anak dari Silahi Sabungan begitu juga Istri Silahi Sabungan di buat menjadi hanya 2 (dua) orang yang sebelumnnya ada 3 (tiga) orang, serta keberadaan marga istri kedua Pinggan matio yang tidak jelas Padang batanghari atau Matanari, dari situ mulai tercium adanya unsur-unsur kepentingan dan rasa ingin menyingkirkan yang lain .
Hal itupun sangat kontroversi hingga tidak ada kesepakatan yang membuat turunan Silahi Raja (Silalahi) dan Turunan Raja Tambun/Tambunan memutuskan untuk tidak mengikuti dalam pembuatan tugu tersebut.
Namun dengan kekuasaan yang ada serta dana yang cukup para perantau ini terus melaksanakan pembangunan itu dan berencana untuk memindahkan tulang belulang Silahisabungan yang selama ini ada di dolok Parmasan Pangururan, namun karena tidak disetujui Silalahi dan Pomparan Si raja Tambun hal itupun dilakukan secara simbolis dan Tugu Diresmikan pada thn 1981
Dengan mencantumkan silsilah sbb:

Silahi sabungan dgn istri 2 yakni
1. Pinggan matio boru Padang batang hari
2. Milingiling boru raja mangarerak

Dengan 8 anak dan 1 boru

1. Loho Raja (Sihaloho)
2. Tukkir RaJa ( Situkkir)
3. Sondi Raja (Rumasondi)
4. Butar Raja (Sinabutar)
5. Bariba Raja (Sinabariba)
6. Debang Raja (Sidebang)
7. Batu Raja (Pintubatu)
8. Tambun Raja (Tambunan)
9. Deang na mora

Sejak dari peresmian tugu tersebut resmi sudah tidak tercatat adanya marga Silalahi sebagai turunan dari Silahi Sabungan, tapi mereka menyebutkan bahwa Silalahi itu adalah marga parsadaan/persatuan, namun menjadi aneh kalau parsadaan kenapa tidak dicatatkan atau di ukir dalam tugu tersebut.

Akibat dari pembangunan tugu tersebut banyak keturunan Silahisabungan yang kebingungan tentang tarombonya baik di intern antar marga itu sendiri karena sebagian ada yang mengakui dan memang selama ini dijalankan dengan baik namun akibat rasa solidaritas sesama marga hal itupun didiamkan bagai gunung es dilautan lepas.
Semenjak dari peresmian tugu itu, semua marga dari si 7 turpuk disarankan untuk memakai marga Silalahi di depan marganya begitu juga papan nama di depan rumah masing-masing, walau masih ada yang tetap bertahan membuat marganya yang sebenarnya.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak di inginkan dan menjaga Tarombo yang sesungguhnya dari Silahisabungan Turunan Silahi raja (Silalahi) dan Turunan Raja Tambun berinisiatif untuk memugar kembali kuburan (Tambak) Silahisabungan yang ada di Dolok Parmasan lengkap dengan patung ke 3 istrinya dan relief ke 9 anaknya yakni :

Silahi sabungan dengan ke 3 istrinya :
1. Pintahaomasa boru basonabolon
2. Pinggan Matio boru padangbatanghari
3. Similing-iling boru mangarerak

Dengan ke 9 anaknya yakni:
1. Silahi Raja (Silalahi)
2. Loho Raja ( Sihaloho)
3. Tukkir RaJa ( Situkkir)
4. Sondi Raja (Rumasondi)
5. Butar Raja (Sinabutar)
6. Bariba Raja (Sinabariba)
7. Debang Raja (Sidebang)
8. Batu Raja (Pintubatu)
9. Raja Tambun

Dengan berjalannya waktu Silalahi tetap eksis mempertahankan tarombonya tanpa menghilangkan siapapun dari keturunan Silahisabungan yang di kuatkan oleh Turunan Si Raja Tambun, begitu juga perjalanan hidup si Raja Tambun hingga harus disusui Pintahaomasan boru basonabolon dan perjalanan Raja bunga-bunga hingga tiba di Balige dan menjadi Raja Bunga-bunga Silalahi Parmahan.

Melihat kegigihan Pomparan Silalahi mempertahankan marganya, pihak-pihak yang bersebranganpun mulai bermanuver dengan mengakui adanya marga Silalahi tapi membuat tarombo yang baru yakni dari cucu dan cicit Silahi sabungan dari anaknya Sihaloho dan Rumasondi namun kembali menjadi aneh, marga Cucu/cicit menjadi marga persatuan yang hanya terjadi di keturunan Silahisabungan versi si 7 turpuk. Begitu juga sejarah Raja Tambun yang sebenarnya, diadopsi menjadi versi yang lain dan perjalanan Si raja-bunga-bunga hingga tiba di Balige raja dan menjadi anak dari Tuan Sihubil berganti dengan versi yang janggal dan dipaksakan.

Turunan Silalahi yang ada di Tolping dan yang ada di Pangururan tidak terpengaruh dengan manuver tersebut, namun hal itu jadi membingungkan keturunan Silalahi Parmahan yang ada di Balige, hingga terpecah menjadi 2 kubu, ada yang mengakui turunan dari Silahi Raja, ada yang mengakui turunan dari Rumasondi, hingga tugu Silalahi Parmahan yang ada di Balige terbengkalai lama, namun setelah para ompung-ompung dan raja adat yg mengetahui sejarah itu meninggal semua, baru akhir-akhir ini thn 2008 tugu itu di resmikan secara sepihak oleh yang punya kuasa, begitu juga Turunan Raja Tambun menjadi terpengaruh, banyak yang eksis mempertahankan dan banyak juga yang kebingungan hingga membuat mereka tidak terlalu ikut campur tangan hingga tugu Si raja Tambunpun sampai sekarang terbengkalai.

Hal ini sangat memprihatinkan seluruh keturunan Silahisabungan generasi berikutnya yang entah kapan hal ini bisa di selesaikan secara damai dan kekeluargaan dalam porsi yang sesungguhnya yang tentu dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Dalihan na tolu.

Demikianlah secara singkat perguliran sejarah turun-temurun yang menjadi sarana pengetahuan kepada seluruh Pomparan ni Omputta Silahisabungan di seluruh penjuru desa naualu.

Horas

Biarjo Joseph Silalahi
Par Pintusona