Adat adalah perekat dan pemersatu marga-marga.
Suku batak sudah dilahirkan sebagai makhluk sosial yang harus berinteraksi dengan orang banyak, hal ini disadari atau tidak disadari membentuk pribadi suku batak itu menjadi manusia yang toleran dan perduli kepada sesama dan sangat menghargai satu sama lain.
Hal ini sangat tercermin dan terlihat jelas di dalam acara adat yang dilangsungkan suku batak setiap saat, dimana akan kelihatan kekerabatan antara marga yang satu dengan yang lain yang terikat dalam Dalihan Na Tolu (DNT) hal ini sudah berlangsung dari zaman nenek moyang sampai era komputerisasi sekarang ini.
Di dalam acara adat itu akan terlihat jelas setiap marga yang masih bertalian berada di posisi masing-masing sesuai dengan keduduknnya di dalam ruhut-ruhut ni paradatan.
Misalnya dalam acara pernikahan, disana akan terlihat proses yang sangat tertata rapi dan akan terlihat marga apa Suhut, marga apa hula-hula dan marga apa Tulang, Bona Tulang, Tulang Rorobot, Bona ni ari, begitu juga pemberian ulos dan pembagian jambar semuanya tertata rapi sampai acara selesai.
Hal ini juga akan menjadi pengetahuan tersendiri bagi siapapun yang hadir di acara tersebut, marga apa hula-hula, Tulang, bona tulang orang yang melakukan Adat tersebut.
Diacara tidak formal atau di kehidupan sehari-hari tidak aneh jika setiap orang batak berkenalan selalu menanyakan marganya agar dia tau dimana posisinya, apakah sebagai dongan tubu, tulang, bere atau boru untuk mempermudah pemangilan.
Kalau kita telusuri di zaman peradaban orang batak, tulisan-tulisan atau manusikrip tentang tata acara seperti ini tidak ada terdokumentasi melalui tulisan-tulisan pada era itu namun sangat luar biasa bisa terpelihara dengan baik sampai saat ini.
Tentu akan timbul sebuah pertanyaan kenapa bisa terwariskan dan terpelihara sampai sekarang?
Jawabnya hanyalah karena sudah mendarah daging dan dihidupkan serta dilakukan setiap saat, karena sesuatu yang sudah menjadi tabiat itu tidak akan pernah hilang atau lupa.
Acara-acara Adat sangat berperan penting dalam mengingatkan seseorang dalam partuturan hal inilah yang dilakukan setiap marga untuk saling koreksi dan pelurusan.
Begitu juga dalam hal ini Ompu Raja Silahisabungan yang sangat menjunjung tinggi paradatan sehingga takkan mungkin lupa/salah siapa Hula-hulanya, siapa tulangnya dan siapa bonatulangnya, hal ini juga di hidupkan Silalahi Raja sangat mengenal Hula-hulanya Simbolon, mengenal Tulangnya Pomparan nai ambaton (Parna) begitu juga Pomparan Naiambaton (Parna) sangat mengenal siapa boru si habolonannya yakni Silalahi Raja.
Begitu juga Raja Tambun sangat mengenal Hula-hulanya Manurung dan Tulangnya pomparan raja Mangarerak dan juga Manurung sangat mengenal siapa borunya yakni Raja Tambun.
Namun yang menjadi PR bagi seluruh keturunan Silahisabungan khususnya keturunan si 7 turpuk ( Sihaloho, Situkkir, Rumasondi,Sinabutar, Sinabariba, Sidebang, Pintubatu) marga apa hula-hulanya dan marga apa tulangnya masih kontroversi dan masih dalam pencarian apakah Padang batanghari atau Matanari.
Hanya dengan penelusuran melalui paradatan yang berlangsung turun-temurun yang bisa memberikan pencerahan disamping bukti-bukti yang memang sangat minim untuk di teliti.
Semoga dengan majunya tehnologi masa depan dan menghilangkan rasa Hosom, Late bisa menyelesaikan segala perbedaan yang ada.
Horas
Biarjo Joseph Silalahi SE.
hello... hapi blogging... have a nice day! just visiting here....
BalasHapusthanks bro, please back again :)
BalasHapus