Kamis, 05 Februari 2009

Tentang PARNA
by shirleythe-24may on June 17, 2008
PARNA adalah singkatan dari Parsadaan Nai Ambaton (lazim juga disebut sebagai Pomparan ni si Raja Naiambaton) yaitu kumpulan marga yang merupakan keturunan dari Nai Ambaton.
Siapakah Nai Ambaton ini? Untuk mengetahuinya mari kita melihat ke sejarah mula-mula Si Raja Batak.Si Raja Batak memiliki 3 orang anak laki-laki yaitu Guru Tateabulan, Raja Isumbaon dan Toga Laut. Guru Tateabulan memiliki 5 anak laki-laki dan juga 3 anak perempuan, yaitu Siboru Pareme, Siboru Anting Sabungan, Siboru Biding Laut. Raja Isumbaon memiliki 3 orang anak laki-laki yaitu Tuan Sorimangaraja, Raja Asi-asi dan Sangkar Somalidang.

Tuan Sorimangaraja kemudian memperistri 3 orang, yaitu:
1) Siboru Anting Sabungan (disebut juga Siboru Paromas)
2) Siboru Biding Laut, adik Siboru Anting Sabungan
3) Siboru Sanggul Haomasan
Anak pertama Tuan Sorimangaraja dari Siboru Anting Sabungan dinamai Si Ambaton atau Tuan Sorbadijulu. Dari sinilah nama Nai Ambaton berasal (nai = ibu, Ambaton = nama anaknya, Nai Ambaton = ibunya si Ambaton). Konon Nai Ambaton ini berpesan kepada anaknya Si Ambaton untuk menjaga persatuan keturunannya.
"Pomparan ni si Raja Naiambaton sisada anak sisada boru”. Kalimat ini sulit diterjemahkan secara tepat dalam bahasa Indonesia tetapi kira-kira maksudnya adalah bahwa semua keturunan Raja Naiambaton adalah satu putra-satu putri (dianggap sebagai satu saudara). Begitu eratnya persaudaraan itu seolah-olah antar kakak dan adik kandung, meskipun hubungan darahnya sudah jauh.
Karena dianggap sebagai satu saudara, putra-putri keturunan Nai Ambaton tidak boleh menikah satu dengan yang lain. Hingga hari ini, terasa canggung bahkan tabu untuk saling mengawini di dalam marga-marga Parna. Jika sampai ada yang menikah, bisa dipastikan pasangan ini akan menjadi bahan gunjingan dan cercaan. Kerap kali mereka dikucilkan –atau mengucilkan diri– dari acara-acara adat.
Untuk mencegah perasaan senang telanjur timbul di antara dua muda-mudi yang pantang saling menikahi, disarankan untuk menanyakan marga segera setelah berkenalan. Menanyakan marga dan kampung asal ini merupakan satu topik "ice breaking" yang baku dalam percakapan dua orang Batak, baik sesama maupun lawan jenis. Semacam ritual untuk "positioning" atau "alignment."
Terkadang salah satu pihak menggunakan sub marga yang tidak umum dikenal sehingga tidak diketahui bahwa mereka memiliki hubungan kekerabatan. Teman, orang tua atau kerabat yang mengetahui hal ini berkewajiban untuk segera memberitahukan. Karena sudah menjadi norma yang dipahami bersama, orang yang ditegur pun tidak boleh marah kepada yang menegur.
Dari situs www.parna.org, marga-marga Parna dibagi menjadi 4 kelompok besar:
A. Dari Simbolon Tua:
1. Simbolon
2. Tinambunan
3. Tumanggor
4. Maharaja
5. Turutan
6. Pinayungan
7. Nahampun
B. Dari Tamba Tua
8. Tamba
9. Siallagan
10. Sidabutar
11. Sijabat
12. Siadari
13. Sidabalok (no 10 s.d. no 13 disebut Si Opat Ama)
14. Rumahorbo
15. Rea
16. Napitu
17. Siambaton
C. Dari Saragi Tua
18. Saragi
19. Saragih
20. Simalango
21. Saing
22. Simarmata
23. Nadeak
24. Basirun
25. Bolahan
26. Akarbejadi
27. Kaban
28. Garingging
29. Jurung
30. Telun
D. Dari Munte Tua
31. Munte
32. Sitanggang
33. Sigalingging
34. Siallagan
35. Manihuruk
36. Sidauruk
37. Turnip
38. Sitio
39. Tendang
40. Banuarea
41. Gaja
42. Berasa
43. Beringin
44. Boangmanalu
45. Bancin
Catatan: aku tidak sepakat kalau Sitio diletakkan di rumpun Munte Tua karena Rumahorbo-Napitu-Sitio adalah satu saudara sehingga semestinya Sitio berada di kelompok yang sama dengan Rumahorbo dan Napitu, yaitu sebagai bagian dari Tamba Tua.
Di situs yang lain, disebutkan bahwa marga-marga Parna berjumlah 70 marga. Berikut adalah daftarnya (sebanyak 68 marga saja, yang lainnya belum diketahui) yang disusun secara alfabetikal, bukan berdasarkan urut-urutan kesenioran.
1. Bancin (Sigalingging)
2. Banurea (Sigalingging)
3. Boangmenalu (Sigalingging)
4. Brampu (Sigalingging)
5. Brasa (Sigalingging)
6. Bringin (Sigalingging)
7. Gaja (Sigalingging)
8. Dalimunthe
9. Garingging (Sigalingging)
10. Ginting Baho
11. Ginting Capa
12. Ginting Beras
13. Ginting Guruputih
14. Ginting Jadibata
15. Ginting Jawak
16. Ginting Manik
17. Ginting Munthe
18. Ginting Pase
19. Ginting Sinisuka
20. Ginting Sugihen
21. Ginting Tumangger
22. Haro
23. Kaban
24. Kombih (Sigalingging)
25. Maharaja
26. Manik Kecupak (Sigalingging)
27. Munte
28. Nadeak (di pa lao)
29. Nahampun
30. Napitu
31. Pasi
32. Pinayungan (Sigalingging)
33. Rumahorbo
34. Saing
35. Saraan (Sigalingging)
36. Saragih Dajawak
37. Saragih Damunte
38. Saragih Dasalak
39. Saragih Sumbayak
40. Saragih Siadari
41. Siallagan
42. Siambaton
43. Sidabalok
44. Sidabungke
45. Sidabutar
46. Saragih Sidauruk
47. Saragih Garingging
48. Saragih Sijabat
49. Simalango
50. Simanihuruk
51. Simarmata
52. Simbolon Altong
53. Simbolon Hapotan
54. Simbolon Pande
55. Simbolon Panihai
56. Simbolon Suhut Nihuta
57. Simbolon Tuan
58. Sitanggang Bau
59. Sitanggang Gusar
60. Sitanggang Lipan
61. Sitanggang Silo
62. Sitanggang Upar Par Rangin Na 8 (Sigalingging)
63. Sitio
64. Tamba
65. Tinambunan
66. Tumanggor
67. Turnip
68. Turuten
Note: subject to correction & further editing. Untuk komunikasi lebih lanjut, silakan kontak ke gnapitu@gmail.com atau shirley.theresia@gmail.com
Paiton, 19 Juni 2008
========================
Sumber:
1) Situs http://www.parna.org/
2) Situs http://id.wikipedia.org/wiki/PomparAn_ni_Raja_Nai_Ambaton
3) 1) "Silsilah Marga-Marga Batak" karangan Drs. Richard Sinaga, terbitan Dian Utama, Jakarta (2000)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar