Selasa, 05 Mei 2009

Misteri Prasasti Dolok Tolong

Tidak banyak literatur yang membahas eksistensi prasasti Dolok Tolong di Balige, Kabupaten Toba Samosir ini. Seperti prasasti dan inskripsi lain yang berada di Tanah Batak di Tapanuli, prasasti Dolok Tolong seakan tenggelam dengan eksistensi ribuan prasasti di Indonesia.
Walaupun prasasti ini tidak akan berpengaruh besar terhadap sejarah Indonesia secara keseluruhan, namun diyakini keanehan tetap ada karena prasasti ini tepat berada di sekitar jantung Tanah Batak. Bahkan Balige merupakan pusat perdagangan kerajaan Batak sejak dahulu kala dengan istilahnya; ‘Onan Bolon’.
Di Onan Bolon inilah berbagai bentuk hukum dan konstitusi diamandemen dengan keterlibatan langsung rakyat dan masyarakat yang juga memanfaatkan onan sebagai pusat transaksi dagang yang memang menjadi tujuan utama.
Prasasti Dolok Tolong ini seakan menjelaskan sekali lagi pluralisme masyarakat Tapanuli dan Batak yang menjadi cikal bakal budaya toleransi dan tenggang rasa yang tinggi yang dianut oleh setiap orang Tapanuli sampai sekarang ini. Sikap itu tampak dari bentuk pemikiran yang terbuka atas segala bentuk ide dan konsep. Tentunya, terdapat juga kemungkinan adanya bagian kecil orang Batak yang berpikiran picik seperti halnya di berbagai tempat lainnya di Indonesia.
Tapanuli, seperti halnya daerah lain di Indonesia, merupakan daerah yang juga banyak mendapat pengaruh dari dunia luar. Beberapa manuskrip kuno seperti Sejarah Raja-jara Barus, Hikayat Raja Tuktung dan Hikayat Hamparan Perak dan lain sebagainya, banyak menceritakan struktur masyarakat dan sosial Batak di zaman dahulu. Baik itu penjelasan mengenai saat-saat pembentukan sistem hukum dan perundangan-undangan maupun penjelasan mengenai peran orang Batak sebagai penyebar agama Islam di sekitar daerah yang sekarang menjadi bagian dari Sumatera Utara.
Dari berbagai manuskrip itu didapat sejarah Kerajaan Balige di tahun 1500-an yang saat itu diperintah oleh putra bungsu dari Si Raja Hita, putera Sisingamangaraja I yang menghilang dari Bakkara. Abang sulung dari Raja Balige tersebut bernama Guru Patimpus, seorang Raja dan Ulama, yang kemudian bermigrasi ke pesisir Timur Sumatera. Dia, yang memiliki anak-anak yang hafizd al-Qur’an, dikenal sebagai pendiri Kota Medan di tahun 1590.
Selain bukti sejarah tersebut, eksistensi prasasti Dolok Tolong diyakini merupakan bukti utama atas persinggungan budaya Batak dengan peradaban Hindu dan Buddha di Indonesia.
Menurut berbagai literatur yang secara terpecah-pecah menyinggung bukti sejarah ini, prasati ini merupakan prasasti atas eksistensi orang Majapahit di Tanah Batak. Saat itu, pasukan marinir Majapahit mengalami kekalahan pahit di Selat Malaka. Melalui sungai Barumun mereka menyelamatkan diri ke daratan Sumatera sampai ke suatu daerah di Portibi. Di sana, mereka dicegat masyarakat sehingga membuat mereka terpaksa melanjutkan pelarian sampai ke Bukit Dolok Tolong di Balige. Di Gunung inilah mereka meminta suaka politik kepada seorang Raja di tempat dari sub-rumpun marga Sumba (Isumbaon) yang saat itu menguasai wilayah tersebut.
Dolok Tolong, yang juga dikenal dengan nama Tombak Longo-longo Sisumbaon, ini merupakan sebuah pegunungan yang lumayan tinggi, dari puncaknya pandangan dapat di arahkan ke tanah Asahan, Labuhan Batu dan Angkola Sipirok dengan pemandangan yang sangat mempesona.
Diceritakan, seorang Pangeran yang mempimpin pelarian tersebut akhirnya memerintahkan untuk membuat prasasti tersebut sebagai sebuah hasil penjanjian dengan Raja dari marga Sumba tersebut dimana mereka diijinkan untuk tinggal di wilayah itu.
Pendapat lain mengatakan bahwa Pangeran tersebut juga menikahkan seorang putri yang ikut dalam rombongan pelarian kepada seorang raja Batak di tempat. Putri tersebut bernama Si Boru Baso Paet. Ada yang menafsirkan bahwa Si Boru Paso Paet sebenarnya merupakan perusakan kata dari Si Boru Majapahit yang artinya Srikandi Majapahit.
Lebih jauh lagi ada pula yang mengatakan bahwa Si Boru Baso Paet itulah yang menjadi nenek moyang orang Batak. Namun keterangan ini menjadi membingungkan karena eksistensi orang Batak di berbagai literatur telah ada berabad-abad sebelumnya dan bahkan ada pada ke-2 M telah berinteraksi dengan pelaut asing seperti yang diceritakan oleh Ptolemeus, tapi dengan nada negatif.
Tapi bila dilihat dari nama penamaan tempat itu oleh orang setempat, Tombak Longo-longo Sisumbaon, ada kemungkinan bahwa bukit tersebut merupakan pusat religi kaum animisme dan paganisme Batak dahulu kala. Arti harfiah dari kalimat tersebut adalah Hutan Rimba Yang Menjadi Tempat Persembahan. Eskistensi nama tempat ini sepertinya mirip dengan nama Dolok Partangisan di sebuah daerah antara Dolok Sanggul dan Tele yang merupakan tempat tradisional untuk memberikan sesajen berupa manusia (korban) untuk memuja roh atau dikenal dengan istilah mamele begu.
Yang sangat disayangkan adalah tidak adanya sebuah penelitian yang menyeluruh atas apa isi dan arti sebenarnya dari tulisan atau tanda yang terdapat di prasasti tersebut. Bukan tidak mungkin, selain dari dugaan kedatangan orang Majapahit, sebenarnya terdapat bentuk kebudayaan di Balige yang selama ini tidak dikenal. Atau kemungkinan-kemungkinan lainnya.
Tentu yang paling disayangkan lagi adalah rendahnya peran pemerintah daerah dalam menghormati eksistensi bukti-bukti sejarah ini. Padahal tidak sedikit dana APBD dikucurkan untuk membangun objek-objek wisata, konvensional maupun rohani, yang tampaknya sangat berlebihan dan terkesan mubazzir serta tidak produktif. Pemerintah seharusnya tidak terjebak dalam sebuah kebijakan yang malah menghilangkan nilai-nilai pluralisme budaya dan adat.
Bukan tidak mungkin apabila prasasti ini dapat diungkap lebih mendalam lagi, banyak kearifan lokal yang banyak diambil hikmahnya oleh generasi muda sekarang ini.

Lobu Tua, Jaringan Niaga Internasional

Barus merupakan kota Batak yang tertua yang dapat ditunjukkan oleh bukti-bukti sejarah yang valid khususnya mengenai daerah Lobu Tua di Barus. Dari peninggalan-peninggalan sejarah di Lobu Tua, dapat diketahui komunitas-komunitas apa saja yang pernah bermukim di Barus dan kemana saja orang-orang Batak pernah melakukan kunjungan di luar negeri. Hal ini juga untuk mengetahui jejak orang Batak di berbagai negara dan benua sejak dahulu kala.
Pada tahun 1995 dan 1996, pada ekskavasi di situs Lobu Tua dekat Barus ditemukan lebih dari 600 pecahan tembikar asal Timur Dekat. Jumlah ini dapat dibandingkan dengan jumlah 8.500 pecahan keramik Cina yang dihasilkan pada waktu yang sama.
Semua pecahan asal Timur Dekat ini berglasir. Hampir semuanya berbahan warna merah jambu, berhiaskan goresan memotong slip berwarna terang dan berglasir percik-percikan. Di Situs Lobu tua juga terdapat beberapa pecahan kecil asal Timur Dekat yang bahannya seperti kapur putih dan berglasir kusam, warna coklat lembayung atau berbagai jenis warna biru, termasuk warna turkuas.
Di antara pecahan yang bahannya berwarna merah jambu, berslip terang, berhiaskan goresan dan berglaisir percik-percikan, hanya pecahan yang berlatar garis, sejajar (arsiran) saja yang akan dibahas di sini. Dari dua kali ekskavasi, pecahan dari Timur Dekat yang jumlahnya paling banyak adalah pecahan jenis ini.
Dari pembahasan sementara stratigrafi di Situs Lobu Tua, belum dapat diketahui apakah ada lebih dari satu fase pemukiman di antara akhir abad ke-9 M dan akhir abad ke-11 M atau awal ke-12 M. Penanggalan ini berdasarkan telaah keramik Cina.
Beberapa ekskavasi dan survey yang telah dibuat di Timur Dekat, Pakistan, Asia Selatan serta di pesisir Timur Afrika memberikan informasi yang kurang lengkap tentang penyebaran tembikar jenis ini namun dapat membantu untuk membandingkan penanggalannya serta penyebaran orang-orangnya dan hipotesis tentang tempat asalnya.

Iran
Atau Persia ditemukan di Siraf (1000-1250 M), Makran (1000-1250M), penanggalan oleh Hobson, yaitu abad ke-9, abad ke-10, sekaligus untuk temuan dari Makran dan dari Siraf yang dianggap mirip. Berdasarkan penanggalan baru ini juga dapat digunakan untuk temuan dari Makran. Kish pada abad ke-11 sampai dengan abad ke-13.
Selian keramik-keramik yang ditemukan di daerah-daerah tersebut di atas, hubungan antara Batak dan Persia sebenarnya sudah terjalin sejak dahulu kala. Baik itu persia di jaman majusi atau zoroaster maupun paska zaman Islam. Pertukaran budaya tersebut sudah sangat mengakar.
Sebuah manuskrip kuno berbahasa Armenia, dulu dalam dominasi budaya persia, juga menyebutkan Barus dalam berbagai hal. Lihat R. Avramian, "Suatu Catatan Perjalanan Dalam bahasa Armenia Tentang India pada abad ke-12 M", Bander Matenadarani, Erevan, 4, 1958, hal. 317-328. Barus dikatakan Fansur sebagai sebuah pulau di kepulauan India.

Irak
Hira (abad ke-11 sampai dengan abad ke-12). Selain keramik yang ditemukan di Hira, diduga orang-orang Batak atau budaya Batak telah melakukan hubungan dengan kebudayaan Mesopotamia di Iraq.

Oman
Sohar (abad ke-11 sampai dengan ke-12). Selain keramik di Sohar, ada begitu banyak tulisan perjalanan yang dilakukan bangsa Arab ke Barus. Selain itu, beberapa tokoh Batak juga seringkali mengunjungi Arab untuk berdagang maupun sebagai persinggahan ke Afrika.

Pakistan
Bambhore abad ke-11 sampai dengan abad ke-13). Brahminabad (Abad ke-? Sampai dengan abad ke-11 M). Pakistan dulu merupakan bagian dari India yang sudah banyak membuat hubungan kultural dengan bangsa Batak

Sri Langka
Mantai (abad ke-? Sampai abad ke-11 M). Selain peninggalan keramik ini diduga masih banyak hubungan budaya antara Sri Langka dengan Batak. Bahkan sampai sekarang di sana masih terdapat komunitas Batak khususnya dari marga Nasution. Namun semuanya sudah menyatu menjadi masyarakat melayu minoritas di Kolombo. Orang Batak dari marga Nasution ini pula pernah diangkat menjadi duta besar Sri Langka untuk Pakistan.

Arab Saudi
Al Hasa (Abad ke-? Sampai pertengahan abad ke-11M), Aththar (Abad ke-? Sampai pertengahan abad ke-11M). Hubungan Batak dengan Arab tidak saja dalam bidang budaya akan tetapi hubungan religi, yakni Mekkah. Orang-orang Batak sejak abad-abad di atas sudah mengunjungi Mekkah dengan menumpang kapal-kapal Cina yang berlayar menuju Laut Merah.

Kenya
Pada abad ke-11 M. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai eksistensi masyarakat Batak di Kenya. Karena sampai sekarang belum ada penilitian ke arah itu

Tanzania
Kilwa (Abad ke11 sampai akhir abad ke-12 M). Hubungan bangsa Batak dengan Tanzania sudah berlangsung sejak dahulu kala. Diyakini juga mencakup seluruh Afrika, terutama Madagaskar.
Orang Batak sudah banyak yang melakukan kunjungan budaya ke Tanzania, tepatnya Zanzibar dan kembali ke tanah Batak memperkenalkan Islam di tanah Batak. Salah satu contohnya adalah Abdulrauf Fansur. Dia memperkenalkan faham khawarij dengan mazhab fiqih ibadiyah pada kisaran 1593 M.

Mesir
Fustat (10 M). Selain Keramik yang ditemukan di Fustat tersebut disebutkan juga melalui literatur bahwa rombongan kapal Fir'aun dari Mesir telah berkali-kali berlabuh di Barus antara lain untuk membeli kapur barus (kamper), bahan yang sangat diperlukan untuk pembuatan mummi. Mereka adalah orang-orang Arab pra-Islam Funisia, Kartago yang sekarang menjadi Libya dan Mesir, Afrika Utara.
Beberapa literatur mengenai Barus dan pelayaran orang-orang Yunani, Arab, Mesir, Yahudi, India, Persia, Cina dan lain-lain ke daerah tersebut di antaranya, O. W. Wolters, The Fall of Srivijaya in Malay History, Itacha: Lund Humpries Publishers Ltd., 1970.
Yang penting lagi adalah G. Ferrand, Relation de voyages et textes Geographiques Arabs. Persians et Turks relatif e l'Extreme-Orient du Ville aux siecles 2 jilid, Paris, 1913; dan N. J. Krom, Hindoe- Javanesche Geschiedenis (cetakan kedua), 's-Gravenhague, 1931.
Hubungan kebudayaan Batak dengan Yunani sudah sangat intens. Diyakini banyak pengetahuan Astronomi didapat para ahli Yunani yang berkunjung ke Barus di dapat dari kebudayaan Batak.
Ptolomeus membicarakan Barus sebanyak lima kali di dalam laporannya dengan pandangan negatif terhadap penduduk pribumi Sumatera, khususnya orang Batak yang dikatakannya sebagai orang-orang kanibal (Wolters hal. 9; Krom h. 57-59).
Beberapa abad kemudian hal ini terbukti ketika seorang pedagang Yahudi dari Kairo telah meninggal di Barus pada paruh pertama abad-13 (Wolters 43). Diduga orang Yahudi ini berlaku sombong dan semena-mena dan dimakan oleh orang Batak.
Apakah pada masa lalu Barus merupakan sebuah tempat persinggahan di jalur maritim yang menyusuri pantai barat Sumatera ke Jawa, atau sebuah tempat perdagangan yang menyediakan hasil hutan di luar jalur maritim utama? Banyaknya pecahan keramik serta mutunya temuan kaca membuktikan kemakmuran tempat pemukiman ini?
Terletak di pantai barat Sumatera, Barus kelihatan jauh dari jalur maritim tradisional yang dikenal. Barus dipilih sebagai tempat persinggahan bukan karena alam sekitarnya yang sesuai atau karena fungsinya sebagai pintu masuk sebuah daerah dataran rendah yang luas. Sebenarnya Bukit Barisan begitu dekat dengan pantai, sehingga dataran rendahnya hampir sempit.
Barus ada dan terkenal berkat hasil hutannya yang bernilai tinggi dan sangat terbatas daerah penghasilnya. Dalam sebuah inventaris harta karun abad ke-11 M, Kalifah Dinasti Fatimiyah dari Mesir, terdaftar banyak wadah dari 'porselin' Cina yang berisi kafur fansuri yaitu kapur dari Barus. (Lihat Kahle, 1941, Ahli sejarah al-Makrizi yang hidup pada bad ke-15 M, mencatat sebuah inventaris harta karun Dinati Fatimiyah dari Mesir yang dilakukan oleh seorang pegawai kalifah pada abad ke-11 M. Istilah porselin bisa diartikan barang buatan Cina. Bahan keramik mungkin batuan, batuan porselin atau porselin., sangat berbeda dengan bahan tembikar buatan timur dekat. Kamper yang mungkin diekspor dari Barus dalam tempayan atau dalam wadah lain. Setelah sampai di tempat tujuan dijual secara ketengan dan kemudian disimpan dalam wadah khusus.
Pada abad ke-7 M, sewaktu pemerintahan Arab menguasai kawasan timur yang sebelumnya dibagi antara Kemaharajaan Bizantium di barat dan Dinasti Sassanid di timur, beberapa daerah yang berbeda disatukan menjadi sebuah kawasan yang sangat luas (Lombard, 1971)
Di tengah Eurasia, kawasan timur yang beragama Islam, memanfaatkan kekhususan setiap daerah yang dikuasasinya. Pelaut Arab dan Persia, yang sudah terbiasa berlayar dari pelabuhan di Teluk Persia dan Laut Merah ke Lautan Hindia, membuka ekonomi baru ini untuk barang-barang dari Timur Jauh.
Periode ekspansi besar perdagangan muslim, dari abad ke-8 M hingga abad ke 11 M, ditekankan pada penempatan masyarakatnya dari pantai Lautan Hindiasapai ke Cina, sehingga membentuk sebuah jaringan untuk menyediakan bahan dan barang yang dibutuhkan.
Wadah Cina yang berisi kafur fansuri dalam harta karun Kalifah Fatimiyah membuktikan aspek dualisme Barus yang sekaligus berhubungan dengan Cina dan juga Timur Dekat.
Sebuah sumber mengatakan bahwa pada abad ke-9 M, Barus (Fansur) sudah dikenal karena kamfernya. (Lihat Ahbar as-Shin wa al-Hind, yang diterjemahkan menjadi Relation de la Chines et de l'Inde, redigee en 851 [Mengenai Cina dan India, ditulis pada tahun 851], Paris, Belles, Lettres, 1948, hlm 4: "Satu tempat bernama Fantsour yang menghasilkan banyak kamfer bermutu tinggi."
Perkiraan tentang periode awal impor keramik Cina di Lobu Tua didasari atas penguraian beberapa pecahan khusus yang kurang jelas periode pembuatannya. Namun diyakini bahwa keramik Cina mulai diimpor ke Lobu Tua pada abad ke-10 M ataupun pada pertengahan abad ke 10 M, dan bukan pada abad ke-9 M. Sayangnya terdapat banyak pecahan tanpa ciri-ciri tertentu yang dapat membantu untuk mengidentifikasinya atau menggalinya denga n tepat. Di antara keramik Cina hasil penggalian di Siraf dan Sohar terdapat beberapa jenis yang tidak ditemukan di Lobu Tua, yakni keramik putih yang berasal dari tungku di bagian utara Cina, keramik batuan dari Changsha yang hiasannya berwarna coklat oksidasi dan hijau oksida tembaga, keramik batuan dari Yue yang dasarnya berglasir, mangkuk dengan dasasr jenis bi hasil tungku dari bagian utara Cina atau dari Yuezhou. Semua jenis ini tentu dari abad ke-9 M, suatu penanggalan yang cocok karena termasuk dalam periode di mana Teluk Persia menguasasi kegiatan perdagangan di Timur Dekat, yaitu dari pertengahan abad ke-8 M hingga akhir abad ke-10 M.
Munculnya Laut Merah sebagai daerah lalu lintas maritim pada akhir abad ke 10 M nampak jelas dengan keramik Cina yang ditemukan di Fustat (Mesir). Cukup jelas bahwa keramik Cina dan Lobu Tua lebih mendekati temuan dari Fustat dibandingkan dari Siraf. Oleh karena itu diduga ada sebuah jaringan yang menghubungkan Fustat dan Barus selalui Sohar yang sudah eksis sejak dahulu kala. Di Sohar sesuah zaman Siraf, keramik Cina dari abad ke-11M-awal abad ke-12 M, diwakili keramik dari Guangdong yang banyak menyerupai keramik sejaman dari Lobu Tua. Memang keramik putih dan keramik batuan dari Yue (abad ke-10-awal abad ke-11M) ditemukan sekaligus di Lobu Tua, di Sohar dan di Fustat, sedangkan keramik batuan dari hiasan berwarna coklat oksidasi yang terdapat di Lobu Tua dan di Sohar nampaknya tidak ditemukan di Fustat.
Perkembangan produksi dari Guangdong, terlihat dari perubahan hiasan, sehingga munculnya keramik dengan bagian luar dihiasi jajaran goresan yang dalam, dapat membbantu untuk menjelaskan mengapa jenis ini tidak ditemukan (akhir abad ke-11M atau awal abad ke-12 M) di timur dekat. Sebenarnya, perpecahan dunia Islam sejak paruh abad ke11 M menyebabkan perubahan jaringan hubungan dan putusnya kegiatan perdagangan jarak-jauh. Di Kota Kanton yang kosmopolitan, kegiatan pedagang Arab dan Persia merupakan kelompok masyarakat yang besar hampir pasti terganggu dan berkurang.
Akibat pembukaan sebuah kantor pabean di Quanzhou pada akhir abad ke-11M, penyediaan keramik berpindah ke Fujian dan berkembangnya tungku di Fujian sejajar dengan merosotnya tungku di Guangdong. Sewaktu terjadi perubahan ini, keramik dari Fujian mulai memasuki pasaran Asia Tenggra secara besar-besara dan sejak pertengahan abad ke-12 M pasaran ini juga menerima seladon dari Longquan di Zheijing. Sementyara itu, tungku-tungku yang terkenal dari Jingdezhen mengekspor porselin berglasir biru hijau disebut qingbai, sejenis keramik yang halus dan mewah.
Di dunia Islam, peralihan ke keramik dari Fujian ini sejak abad ke-12 M hampir tidak terlaksana. Cukup mengherankan bahwa produksi begitu besar asal tungku dari Dehua atau Tong'an di Fujian yang banyak ditemukan di Filipina dan di Nusantara hampir tidak ditemukan di Timur Dekat. Keadaan ini mungkin disebabkan perubahan mendalam di Dunia Islam pada waktu itu yang juga membawa akibat kepada masyarakat-masyakarat yang ikut serta dalam perdagangan dengan Cina. Selain itu di Asia Tenggara, hilagnya keramik yang berasal dari Timur Dekat sejak abad ke-12 M mendorong hipotesisi putusnya jaringan perdagangan atau perubahan masyarakat yang mendiami tempat perdagangan yang jauh.
Keanekaragaman persamaan di antara keramik Cina dan Barus-Lobu Tua dengan Keramik dari situs pemukiman lain di Dunia Islam, mungkin dapat membantu untuk mengidentifikasi masyarakat asing yang tinggal di Lobu Tua, selain itu membantu memahami hubungan antara tempat perdagangan ini dengan perdagangan asing dari Kanton dan perdagangan yang berhubungan dengan kawasan Timur Dekat melalui tempat persinggahakan lain.
Banyaknya serta beragamnya temuan dari berbagai tempat asal (Timur Dekat, India dan Cina) membuktikan bahwa Lobu Tua merupakan sebuah tempat pemukiman yang makmur dengan benda-benda yang bermutu tinggi. Perlu diperhatikan juga bahwa keramik Cina mudah didapati di Lobu Tua karena tidak ada tanda benda ini diperbaiki seperti halnya di situs sejaman di Timur Dekat, atau juga anehnya di Situs Ko Ko Khao (Thailand) yang lebih awal.
Pembahasan fase terakhir impor keramik Cina di Lobu Tua menunjukkan bahwa seperti di Timur dekat, keramik yang dihasilkan di Fujian pada abad ke-12 M nampaknya tidak ditemukan, tetapi cukup banyak keramik yang dari Guangdong atau dari Jiangxi.
Adanya temuan keramik bermutu tinggi yang diimpor dari Cina, seperti keramik batuan berhias jajaran goresan, pecahan tempayan berglasir oker coklat dari Xicun serta porselin qingbai dari Jingdezhen, menunjukkan bahwa pada awal abad ke12 M, kehidupan penduduk Lobu Tua cukup mewah.
Kemakmuran ini nampaknya tidak terganggu oleh perubahan-perubahan yang terjadi di Dunia Islam. Akhir impor keramik Cina ke Lobu Tua dapat ditentukan, yaitu antara awal hingga pertengahan abad ke-12 M dengan tidak ditemukannya keramik seladon awal dari Longquan.