Rabu, 09 Juli 2008

Surat Batak


By


Filsafat Batak tentang "surat ni tangan" berbunyi:
Surat na so boi muba, alai sai mubauba.
Terjemahannya: Surat yang tak dapat berubah, tetapi selalu berlainan. "
Maksudnya: "Surat ni tangan" seseorang tak dapat berubah; bentuknya tetap, tetapi "surat ni tangan" manusia itu tidak ada yang sama (serupa), jadi selalu berubah-ubah.
Filsafat tentang "surat biasa" (huruf biasa) berbunyi:
Surat na boi muba, alai ndang boi muba-uba.
Terjemahannya: Tulisan yang dapat (boleh) berubah, tetapi tidak boleh berubah-ubah.
Maksudnya: Bunyi (isi) tulisan boleh berubah-ubah, tetapi bentuk huruf tidak boleh berubah-ubah.
Setelah bertambah banyak orang yang mengenal "surat", maka filsafat Batak tentang "surat" pun bertambah banyak sebagaimana tertulis di bawah ini:
1. Marngeong sitapi mangalului hulingkuling,
Surat do na ummalo mangkatai alai ndang diboto mangkuling;
Artinya : "Surat"-lah yang paling pandai berbicara, tetapi tidak dapat bersuara.

2. Sinuan suhat patogu gadugadu,
Uli do nian surat, alai ulian do aruaru.
Artinya : "Surat" itu memang baik, tetapi lebih baik lagi kerongkongan.
Maksudnya : Kalau kita menerangkan atau memberitahukan sesuatu melalui surat, sudah baik tetapi lebih baik lagi kalau kita sendiri menerangkannya secara lisan.

3. Marpira sibaromata, pirana marguratgurat,
Manginsu do ianggo hata, sobokkon gana do ianggo surat.
Artinya : Kata-kata itu kebanyakan mengicuh (menipu) tetapi surat sama dengan sumpah.
Maksudnya : Kita tidak dapat selalu berpegang kepada ucapan orang, karena sering mengicuh (menipu), tetapi apa yang kita, terangkan atau katakan dalam surat yang kita tanda-tangani tak mungkin lagi dimungkiri.

Ceritra Si Mangarapintu menerima ilmu gaib dari Batara Guru.
Pada zaman dahulu ada seorang Batak yang bernama Ama ni Mangarapintu. Dari nama itu terus dapat kita ketahui bahwa anaknya yang sulung bernama si Mangarapintu. Pada suatu hari Ama ni Mangarapintu mendirikan sebuah rumah. Dalam pekerjaannya ini ia ditolong oleh seluruh keluarga dan teman-temannya sekampung, antara lain waktu mencari kayu di hutan sebagai bahan untuk rumah itu dan pada waktu "palolohon" (membuat sendiri) rumah itu. Selanjutnya ia sendirilah dengan anak-anaknya menyelesaikan pekerjaan itu.
Si Mangarapintu adalah seorang anak yang rajin dan cerdas, tetapi kekurangannya ialah dia sering melamun pada waktu bekerja. Pikirannya melayang jauh dari pekerjaannya. Kadang-kadang dia tak sadar akan apa yang dikerjakannya. Demikianlah pada suatu hari, karena ia melamun, ia lupa di mana disimpannya sebuah pahat (istilah Bataknya: "tuhil") yang sangat dibutuhkan dalam pekerjaan membuat rumah. Bagaimanapun ia berusaha mencari barang itu dan otaknya diperas untuk mengingat di mana disimpannya alat itu, namun ia tidak berhasil menemukannya, seolah-olah alat itu telah terbang ke tempat lain. Setelah Ama ni Mangarapintu mendengar hal itu, tak terkira marahnya kepada anaknya, sehingga si Mangarapintu lari meninggalkan kampungnya karena takut kepada ayahnya.
Pada suatu hari sampailah ia di suatu tempat yang angker yang didiami oleh hantu-hantu (istilah Batak: parsombaonan). Tiba-tiba didengarnya suara "begu" (hantu) yang berkata, "He, siapa kau?
"So tung hulatang ho, so tung hulutung,hualithon ho tu andor ni tabu;
So tung huata ho, so tung hututung, hupiringkon ho tu dongan sajabu. "
Artinya : Jangan sampai kupanggang kau atau kumakan mentah-mentah dan kubagi-bagikan kepada tetangga-tetanggaku.
Si Mangarapintu menyahut,
"Tuani ma i ompung! Na manjalahi bulung langge do ahu dongan ni butung singkoru,
Na manjalahi mate do ahu asa unang be mangolu."
Artinya: Syukurlah, nenek! Saya memang mencari maut karena saya tak suka hidup lagi.
Lalu diceritakannyalah apa sebabnya ia tak suka hidup lagi. Mendengar cerita penderitaan si Mangarapintu itu, "begu" itupun merasa kasihan kepadanya. Maka ia diberi makan dan minum berbulan-bulan lamanya. Selain itu diajarkan juga kepadanya bermacam-macam ilmu yang kelak dapat dipergunakannya setelah ia pulang ke kampungnya. "Tetapi," kata begu itu "ada lagi semacam ilmu yang tidak dapat saya berikan kepadamu, yaitu ilmu melekatkan kata-kata dan pikiran kepada kulit kayu.''. Mendengar itu si Mangarapintu sangat heran, karena ia tak mengerti apa maksud kalimat itu. Bagaimana orang dapat melekatkan kata-kata dan pikiran ke kulit kayu ? "Begu" itu pun mengetahui pikiran si Mangarapintu lalu berkata, "Tak usah kau heran. Kelak kau akan mengerti juga hal itu. Berlakulah baik-baik terhadap segala makhluk yang hidup agar kau mendapat rakhmat. Sekarang pulanglah kau ke kampungmu." Tetapi si Mangarapintu tidak mau pulang ke kampungnya, karena ia masih takut kepada bapaknya. Dan ia berangkat meninggalkan tempat "begu" itu memasuki hutan-hutan yang belum pernah dikunjungi oleh manusia. Pada suatu hari berjumpalah ia dengan seekor harimau. Kemudian harimau itu berkata kepadanya : "He! Siapa kau?
Naeng ho hugariang, naeng ho hutangkup,
Naeng ho hugiang, naeng ho hualtup?"
Artinya: He! Siapa kau? Mau kau kucakar, mau kau kutangkap? Mau kau kupotong-potong dan mau kau kumakan?
Dengan tenang si Mangarapintu menjawab :
Toho ma i da ompung!
Na manjalahi sanggesangge do ahu mangganti bulung singkoru;
Na manjalahi mate do ahu, asa unang be mangolu. "
Artinya: Syukurlah nenek! Saya sedang mencari maut, supaya tidak hidup lagi.
Kembali diceritakannya segala hal ikhwalnya kepada harimau itu. Harimau itupun sangat kasihan. kepada si Mangarapintu, lalu diberinya makan dan minum kepadanya berbulan-bulan lamanya. Selain itu kepadanya diajarkan juga ilmu pencak dan ilmu bela diri lainnya. Setelah itu berkatalah harimau itu kepada si Mangarapintu, "Sekarang pulanglah kau ke kampungmu dan pakailah semua ilmu yang telah kamu pelajari itu sebaik-baiknya. Hanya sayang, saya tak sanggup memberikan kepadamu sebuah ilmu lagi, yaitu ilmu supaya dapat kita lengketkan kata-kata dan pikiran ke batang buluh."
Kembali si Mangarapintu merasa heran mendengar kalimat terakhir harimau itu. Ilmu apakah gerangan yang dimaksud oleh "begu" dan "harimau" itu?
Pada waktu itu si Mangarapintu masih tetap tidak berani pulang ke kampungnya. Dan mulailah ia bertualang di daerah gunung Pusukbuhit yang sakti itu. Pada suatu hari ia mendaki gunung itu dan sampailah ia ke tempat mandi para putri dewata Batara Guru. Kebetulan hari itu para putri dewa sedang mandi-mandi. Melihat kedatangan si Mangarapintu mereka cepat-cepat mengenakan pakaiannya masing-masing dan terbang ke langit. Tetapi seorang di antara putri dewa itu terlambat mengenakan pakaiannya sehingga si Mangarapintu sempat memegang tepi pakaiannya itu dengan kuat. Namun perbuatan si Mangarapintu itu tidak dapat menghalangi putri dewa itu terbang dan akibatnya iapun ikut terbawa terbang ke - langit ke hadapan dewata Batara Guru. Si Mangarapintu bersembah sujud di hadapan dewata itu dan diceritakannyalah segala penderitaannya. Akhirnya dipersembahkannyalah dirinya kepada Batara Guru. Batara Guru merasa kasihan melihatnya dan menyuruhnya pulang ke Banua Tonga (Benua Tengah atau dunia). Tetapi si Mangarapintu tidak mau pulang dan berkata, "0 Kakekku. Saya hanya bersedia pulang ke Banua Tonga, kalau Kakek mau memberikan kepada saya ilmu melekatkan kata-kata dan pikiran ke batang bambu dan ke kulit kayu." Mendengar itu Batara Guru tertawa dan berkata, "Kau benarbenar orang bijaksana. Karena itu saya juga rela memberikan ilmu itu kepadamu. Tetapi ingat, ilmu ini tidak boleh dipakai untuk membinasakan orang atau, mengancam.dan memusuhi lawan. Ilmu itu hanya boleh dipakai untuk berkasih-kasihan dan untuk membuat perdamaian dan untuk melakukan hal yang baik-baik saja. Orang yang memakai ilmu itu untuk kejahatan akhirnya akan binasa. Camkanlah, ilmu ini adalah sakti dan dasar segala ilmu yang ada. Tanpa ilmu ini tak dapat berkembang ilmu yang lain. "
Dengan sangat gembira si Mangarapintu berjanji akan melaksanakan pesan Batara Guru itu.
Setelah si Mangarapintu menerima ilmu yang diinginkannya itu dari Batara Guru, iapun kembali ke Banua Tonga (Benua Tengah atau dunia). Diambilnya kulit kayu dan dijemurnya supaya kering. Itulah yang dinamai orang "lopian". Sudah itu dimulainyalah menulisi kulit kayu itu. Sebagai tinta dipakainya getah dari sejenis pohon yang bernama "baja".
Noot penulis: Untuk memperoleh getah "baja." diambil sekerat kayu "baja" itu. Dibakar dan asapnya ditampung dengan sebuah parang. Kemudian nampaklah melekat pada parang itu getah "baja" yang hitam benar dan tidak mudah luntur. Getah semacam inilah yang juga dipakai oleh orang Batak dahulu untuk mencat giginya yang telah dipotong menjadi pendek benar untuk menjaga dan menghindari penyakit. Demikian sedikit penjelasan dari penulis mengenai getah "baja".
Kemudian kulit kayu itu dilipat-lipat setelah ditulisi dan, itulah yang menjadi "pustaha" (buku) yang berisi bermacam-macam ilmu.
Demikianlah cerita itu.
a) Handis ni Barumun, sirohot ni Banua Tonga;
Hansit do na malungun, surat on ma patolhas tona.
Artinya : Rindu itu sangat pedih rasanya, karena itu surat inilah penyampai pesan.
Maksudnya : Semoga surat ini dapat mengobati rindumu.
b) Bulung ni sitanggi tu bulung ni hapadan;
Dung sahat suratmi, nunga mulak tondi tu badan.
c) Niumpat rasakrasak tarihut podompodom;
Na hansit do na marsak, surat on ma sibahen modom.
Artinya: Bersusah hati sangat sakit, semoga surat ini membuat tidur.
Maksudnya: Semoga dengan surat ini, segala susah hati dapat dihapus dan membuat tidur nyenyak.



akan disebut, "INA NI SURAT" (Induk tulisan) dan:


Akan disebut "ANAK NI SURAT" (Anak tulisan).
"Ina ni surat " dan "Anak ni surat " semuanya disebut "mata ni surat" atau "sisiasia ni surat".



1. Karena menulis garis yang agak melengkung lebih mudah dan senang dari pada membuat garis lurus maka bentuk aksara-aksara "surat Batak" itu kemudian menjadi:



2. Untuk menuliskan semua kata-kata asli bahasa Toba, sebenarnya hanyalah dipergunakan aksara-aksara yang telah diperkenalkan itu. Tetapi karena pengaruh bahasa asing maka terpaksalah dibuat orang aksara-aksara yang baru, yaitu:




3. Cara menulisnya sama saja dengan menulis hurup Latin, yaitu dari kiri ke kanan.
4. Pada "Surat Batak" tak ada huruf besar atau kecil.
5. "Surat Batak" tidak mempunyai tanda baca seperti koma, titik-koma dan lain sebagainya. Yang ada hanya tanda untuk menyatakan sebuah kalimat berakhir, bentuknya seperti:

1 komentar: