Rabu, 21 Mei 2008

ARTIKEL

Apakah mungkin sejarah silsilah (Tarombo) itu hilang atau di Rekayasa

By. Biarjo Silalahi
Ym: Jose_766hi@yahoo.com


Batak adalah salah satu suku yang sangat mengetahui dan menghargai nenek moyangnya terbukti dari Tambak yang begitu megah dan tarombo (silsilah) dari berbagai marga-marga yang mencantumkan siapa nama-nama nenek moyangnya dari generasi ke generasi.

Kehidupan Batak tidak terlepas dari tarombo dan silsilahnya karena dari sana mereka mengenal nenekmoyangnya dan marganya itu berasal dari keturunan yang mana, siapa Bona ni arina, siapa Tulangnya siapa dongan tubunya siapa borunya yang di kenal dengan Dalihan Na Tolu (Hula-hula, Dongantubu, Gelleng) hal inilah salah satu keistimewaan suku batak yang tidak dimiliki suku-suku lain yang ada di Indonesia.

Berbicara mengenai tarombo dan silsilah tidak terlepas dari marga yang lain, karena kalau ditarik dari Si Raja Batak sebagai nenek moyang suku batak, semuanya mempunyai keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan, jadi kalau di urut dengan benar tidak ada yang akan merasa kehilangan silsilah atau menambahi silsilah karena ada marga lain yang akan menguatkan dan meluruskan.

Memang kalau ditinjau dari era peradaban orang batak itu sendiri yang belum banyak mengenal tulisan, hingga Sisilah atau tarombo itu banyak yang hanya di ceritakan dari mulut ke mulut, namun beberapa generasi kemudian mereka sudah mengenal tulisan walau peralatan dan wadahnya hanya terbuat dari kulit kayu dan kulit binatang yang gampang lapuk di telan waktu, hal inilah yang terkadang menyulitkan para keturunannya utk mengingat atau mengetahui beberapa generasi ke belakang, namun dalam kehidupan bermasyarakat dan keterkaitan marga hal ini bisa di minimalisasi karena marga lain bisa menjadi sumber informasi yang akurat karena kehidupan batak itu sendiri tidak terlepas dari paradaton yang selalu mengingatkan siapa DNTnya jadi hal ini akan menjadi mendarah daging dan tidak lupa.

Namun ada juga diantara itu yang sudah jauh merantau ke negri orang atau suku lain hingga membaur degan kebiasaan setempat dan jarang berinteraksi degan kerabatnya, khusunya paradaton hingga lama-kelamaan terhanyut degan lingkungan itu sendiri dan tidak meninggalkan pesan ke keturunan berikutnya hingga lambat laun hilanglah garis keturunan itu sendiri yang berakibat terjadinya pernikahan antar kerabat yang satu marga.

Didalam satu komunitas pasti ada juga yang kurang merasa puas dalam berbagai hal termasuk dalam pembagian jambar, hal inilah yang sering menimbulkan barisan sakit hati yang pergi jauh meninggalkan kerabatnya dan membentuk suatu komunitas sendiri di negeri yang baru dia rintis (manombang) diapun ber anak pinak disana dengan tarombo atau silsilah yang dia buat sendiri hingga bertentangan dengan silsilah dari yang sebenarnya.

Hal inilah yang membuat sisilah itu semakin beragam versinya yang akhirnya menimbulkan konflik intern. namun jika di telusuri dengan seksama dan meninggalkan ego serta kepentingan masing masing, niscaya hal itu tidak akan terjadi karena ada saksi sejarah dari induk marga itu sendiri dan dari marga lain yang menjadi DNTnya.

Jakarta 10 Februari ‘08

Tidak ada komentar:

Posting Komentar